Gugat.id – Terbitnya Surat Pemberitahuan Paguyuban Lurah dan Pamong Kalurahan (SEMAR) Kabupaten Gunung Kidul (13/12) hasil kesepakatan tidak sedikit Lurah atau Kepala Desa dan para Pamong Desa, berbondong-bondong akan mengadakan aksi damai dalam rangka menanggapi Pasal 5 ayat (4) dalam Peraturan Presiden Nomor 104 Tahun 2021 tentang Rincian Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Tahun Anggaran 2022 yang dianggap berpotensi pemangkasan Alokasi Dana Desa atau anggaran Dana Desa Transfer ke Daerah.
Aksi tersebut akan dilaksanakan pada hari Rabu tanggal 15 Desember 2021 dengan titik kumpul pada siang hari (pukul: 13.00 WIB) di Gedung Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten Gunung Kidul, hal ini dilakukan untuk menyampaikan aspirasi dari Paguyuban SEMAR Gunung Kidul.
Keterangan dari Lurah Pacarejo di Kecamatan Semanu, Suhadi menyampaikan bahwa aksi damai cenderung akan mendorong peran DPRD Gunungkidul agar meneruskannya menjadi rancangan perubahan atas peraturan presiden tersebut sesuai tuntutan dan kebutuhan masyarakat desa.
“kami menekankan Perpres nomor 104 tahun 2021 direvisi, selanjutnya memohon agar postur alokasi dana desa dijaga sesuai yang diamanatkan sehingga jangan ada peluang pemangkasan, karena alokasi dana desa adalah anggaran sebagai kebutuhan pokok dan wajib”, ujarnya.
Sebagai salah satu aktor kebijakan publik yang menghasilkan Pasal 5 Ayat (4) pada PerPres ini, definisi kebijakan yang dihasilkan dari rancangan pejabat pemerintah tertinggi (presiden) di Indonesia dapat menjadi sorotan tafsir beragam sesuai pendapat Solichin Abdul Wahab (73) dalam bukunya “Analisis Kebijakan” pada awal reformasi.
Pertama, tindakan yang mengarah pada tujuan yang direncanakan, sehingga bukan sebagai perilaku atau tindakan acak dan kebetulan;
Kedua, hakikat kebijakan terdiri atas tindakan-tindakan yang saling berkaitan dan berpola agar terarah pada tujuan tertentu, dan agar dapat dilaksanakan oleh pejabat-pejabat pemerintah, serta bukan merupakan keputusan-keputusan yang berdiri sendiri;
Ketiga, singkronisasi kebijakan dengan realita tanggungjawab pemerintah sesuai bidangnya yang di implementasikan berdasarkan tindakan konkret sesuai tuntutan dan kebutuhan masyarakat;
Keempat, kebijakan pemerintah/publik tercipta tidak hanya berdampak positif dengan implikasi jawaban atas masalah tertentu, namun akan menimbulkan implikasi negatif dalam tataran pembatasan pejabat-pejabat pemerintah yang seharusnya bertindak dalam masalah tertentu.
Dalam pemberlakuan PerPres ini, kebijakan presiden dalam Pasal 5 Ayat (9) cenderung memberikan tafsir terbuka bahwa tanggungjawab pemerintah tidak terlihat signifikan dengan perubahan data, kesalahan hitung, selisih nilai alokasi dengan rencana kegiatan DAK Fisik atas penetapan sepihak oleh Kementerian Keuangan, sehingga tanpa dasar tuntutan dan kebutuhan masyarakat.
Dengan begitu, kebijakan ini sangat beresiko menciptakan dampak positif berupa mengimplikasi masalah yang disampaikan oleh Kementerian Keuangan dan pejabat lainya, serta timbul beberapa kemungkinan dampak negatif berupa, meliputi:
1) berdampak pada keterlibatan pejabat level daerah hingga desa sebatas penerima “perintah” semata alias gelagat kebijakan sentralistik muncul kembali setelah dua dekade reformasi sesuaiPasal 5 Ayat (9);
2) berdampak pada banyak desa berada dalam klasifikasi daerah tertinggal, namun dengan adanya ketentuan pada Pasal 5 Ayat (4) ini akan semakin mendesak pembangunan masyarakat desa dengan pengarusutamaan akuntabilitasnya dari 68% ADD untuk kepentingan Peraturan Presiden (program perlindungan sosial berupa bantuan langsung tunai desa paling sedikit 40% (empat puluh persen); program ketahanan pangan dan hewani paling sedikit 20% (dua puluh persen); dukungan pendanaan penanganan Corona Virus Disease 2019 (COVID-19) paling sedikit 8% (delapan persen), dari alokasi Dana Desa setiap desa), dan sisanya program sektor prioritas lainnya belum diatur pembagiannya secara jelas akan membuat kebingungan di tengah masyarakat desa;
3) berdampak pada misunderstanding sesuai maksud perubahan APBN pada Pasal 8 Ayat (1) yang tidak dijelaskan secara langsung dan spesifik, hal ini akan dianggap tergesah-gesah oleh masyarakat, bila tetap diteruskan akan terkesan sebagai kebijakan acak untuk “sekelas” kepentingan nasional;
4) berdampak pada peraturan dan penetapan atas kebijakan dari Peraturan Presiden No. 104/2021 tidak akan dianggap solutif, namun pencipta masalah baru apabila Pasal 13 tidak dijelaskan kepada publik agar diuji bersama dengan keterlibatan para akademisi ahli dan praktisi ahli berbagai bidang (ekologi-sosial-ekonomi-politik) dalam menghadapi ancaman yang membahayakan perekonomian nasional dan/atau stabilitas sistem keuangan menjadi Undang-Undang dan Putusan Mahkamah Konstitusi di Indonesia.
Ali Hidayat_gugat ID