Darurat Klitih!! Yogyakarta Tidak Sedang Baik-Baik Saja |

Darurat Klitih!! Yogyakarta Tidak Sedang Baik-Baik Saja

By

GUGAT ID, – Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta Sri Sultan Hamengku Buwono X, angkat bicarakan terkait meninggal seorang pelajar SMA Muhammadiyah 2 Yogyakarta, Dafa Adzin Albasit, pada Minggu (03/04) dinihari di kawasan Banguntapan, Bantul, tersebut sudah berlebihan.

Gubernur DIY meminta pelaku penyerangan yang berakibat tewasnya pelajar SMA Muhammadiyah 2 Yogyakarta, harus diproses secara hukum.

Menurut Sri Sultan, Meskipun pelaku bisa saja masih di bawah umur, meminta persoalan tersebut diproses hukum karena merupakan tindak pidana.

“Satu – satunya cara pelaku penyerangan harus di proses hukum, karena hanya dengan itu persoalan bisa teratasi. Ini kan sudah pidana, walaupun pelaku di bawah umur harus tetap di proses hukum,” Tegas Sri Sultan, (4/4). 


Baca Juga


Sementara sosiolog UGM A.B widyanta merespon terhadap kasus terbunuhnya Siswa oleh Tindak kekerasan di jalanan.

“Bersama segenap warga Yogyakarta, saya turut menyampaikan rasa belasungkawa yang sangat mendalam kepada keluarga ananda Daffa Adzin Albasith yang tempo hari telah menjadi salah satu dari sekian korban tindak kekerasan/kriminal jalanan di Yogyakarta. Semoga saja peristiwa memilukan ini adalah peristiwa terakhir dan tidak boleh lagi terjadi di Yogyakarta,” Kata Abe. 

Rasa kehilangan atas “satu nyawa” kali ini sungguh-sungguh harus ditransformasikan menjadi memori kolektif segenap warga Yogyakarta, bahwa “Yogyakarta tidak sedang baik-baik saja”.

Menurut Abe, warga jogja tidak boleh memakai jurus “aji joyo endo” alias denial atas kondisi itu. Hanya dengan situasi kebatinan dalam memori kolektif semacam itulah, segenap warga Yogyakarta terlatih untuk memiliki kepekaan dan “sense of crisis” sekaligus sikap “eling lan waspada”, sebagai laku dari risk preparedness, sehingga kejadian serupa tidak terulang lagi.

Untuk menyikapi agar persoalan ini tidak terulang, Yogyakarta perlu menggelar “rembug akbar” untuk memformulasikan gerakan kolektif dan holistik untuk mengantisipasinya.

“Tindakan kuratif berupa pemprosesan hukum terhadap pelaku hanyalah memotong ranting persoalan dan bukan akar persoalan,” Ungkap Abe.

Kita semua pasti memahami, bahwa UU No 11/2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak (UU-SPPA) adalah salah satu produk perundangan yang menjunjung prinsip “keadilan restoratif” (restorative justice) dalam menerapkan proses hukum pidana pada anak.


Baca Juga


Termaktub dengan jelas dalam UU No 11/2012 (UU-SPPA) bahwa: pelaku di bawah usia 12 tahun tidak boleh diproses hukum, namun dikembalikan kepada orang tua/wali atau diikutsertakan dalam proses pembinaan (Pasal 21). Pelaku yang belum berusia 14 tahun hanya dapat dikenai tindakan (Pasal 69).

Pelaku bisa ditempatkan di panti rehabilitasi atau dikembalikan ke orang tua dengan pengawasan. Sedangkan pelaku usia 14-18 tahun bisa dipidana atau bisa direhabilitasi (Pasal 20, Pasal 32).

( red/GGT)

Leave a Comment

Your email address will not be published.

You may also like

Hot News

Instagram
WhatsApp
Tiktok
error: Content is protected !!