WASPADA!!! METAMORFOSA PUNGUTAN LIAR MENJADI KOMERSIALISASI SATUAN PENDIDIKAN |

WASPADA!!! METAMORFOSA PUNGUTAN LIAR MENJADI KOMERSIALISASI SATUAN PENDIDIKAN

By


Gugat.id – Perkembangan peran pemerintah dan orang tua mendorong anak usia sekolah berkewajiban untuk mendapat pendidikan terbaik semakin terlihat dalam satu dekade belakangan, namun gairah ini terbuka resiko dimanfaatkan oleh oknum pemangku kepentingan satuan pendidikan dasar (Sekolah Dasar hingga Sekolah Menengah Pertama) dengan upaya penarikan pungutan maupun sumbangan atas dasar keterbatasan peyediaan fasilitas satuan pendidikan.

Konteks permasalahan penyelenggaraan kegiatan pendidikan dasar 9 (sembilan) tahun, salah satunya ketika masih ada pengadopsian pungutan liar di instansi sekolah yang bukan berasal dari dorongan seluruh pemangku kepentingan satuan pendidikan tersebut, diantaranya orang tua/wali murid, komite sekolah, dan penyelenggara satuan pendidikan.

Pemangku kepentingan satuan pendidikan harus melakukan persetujuan bersama, dan perlu diwaspadai beberapa hal, diantaranya: (1) terindikasi hanya didorong dari kemauan segelintir pihak tidak bertanggungjawab, (2) pungutan dilakukan tidak transparan, dan (3) akuntabilitasnya kurang, serta (4) hasil kegiatan pungutan mengancam setiap kerentanan individu dalam lingkungan satuan pendidikan tersebut.

Berdasarkan Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 44 Tahun 2012 tentang Pungutan dan Sumbangan Biaya Pendidikan Pada Satuan Pendidikan Dasar, diketahui bersama bahwa Pasal (8) ayat 1 yang berbunyi,

“Pungutan yang dilakukan oleh satuan pendidikan dasar yang diselenggarakan oleh masyarakat wajib memenuhi ketentuan, sebagai berikut : pertama, didasarkan pada perencanaan investasi dan/atau operasi yang jelas dan dituangkan dalam rencana strategis, rencana kerja tahunan, serta anggaran tahunan yang mengacu pada Standar Nasional Pendidikan; kedua, perencanaan investasi dan/atau operasi sebagaimana dimaksud pada huruf a diumumkan secara transparan kepada pemangku kepentingan satuan pendidikan terutama orang tua/wali peserta didik, komite sekolah, dan penyelenggara satuan pendidikan dasar; ketiga, dimusyawarahkan melalui rapat komite sekolah; dan keempat, dana yang diperoleh dibukukan secara khusus oleh satuan pendidikan dasar terpisah dari dana yang diterima dari penyelenggara satuan pendidikan dasar dan disimpan dalam rekening atas nama satuan pendidikan dasar.”

Selain itu, Permendikbud No. 44 Tahun 2012 dalam Pasal (8) ayat 2 menyebutkan bahwa penyelenggaran pungutan dana kepada orang tua/wali murid satuan pendidikan harus sesuai ketentuan pada ayat (1) poin kedua, dan nilai minimal 20 % (dua puluh persen) dari total dana pungutan peserta didik atau orang tua/walinya digunakan untuk peningkatan mutu pendidikan.

Definisi sederhana mutu pendidikan yang meningkat dalam satuan pendidikan adalah terciptanya suasana kegiatan belajar-mengajar yang aktif, kreatif, dan menyenangkan.
Di Yogyakarta, wilayah yang ber-visi sebagai tempat tujuan pendidikan terkemuka masih mendapati masyarakatnya yang berada dijenjang sekolah menengah pertama sebanyak 94,74 persen pada tahun 2019.

Dengan artian, terdapat 5,26 persen masyarakat terklasifikasi sebagai pihak yang kurang maupun tidak berpartisipasi dalam jenjang tersebut.

Sementara satuan pendidikan tersebut, BPS DIY mendata terdapat 443 sekolah negeri maupun tersebar di 5 (lima) Kabupaten/Kota pada taun 2019, yakni Kota Yogyakarta sebanyak 58 unit, Kabupaten Sleman sebanyak 116 unit, Kabupaten Bantul sebanyak 92 unit, Kabupaten Kulon Progo sebanyak 65 unit, dan Kabupaten Gunung Kidul sebanyak 112 unit.

Sehingga dengan adanya resiko pungutan dana dengan jumlah satuan pendidikan dasar yang tersebar, perlunya pemangku kepentingan satuan pendidikan untuk seminimal mungkin dapat menghasilkan peserta didik dan tenaga pendidik agar mencerminkan mutu pendidikan sekolahnya agar kata “Membebani” masyarakat dan orang tua/wali murid mendapat hasil yang signifikan.

Pasalnya, pungutan ini banyak diketahui menjadi resiko dan kerentanan tambahan dalam permasalahan di dunia pendidikan dasar Indonesia yang belum selesai, seperti masih adanya kasus diskriminasi antar peserta didik, masih belum terjaminnya korelasi tingginya tingkat pendidikan dengan tingginya kesejahteraan masyarakat, dan minimnya kolektifitas antara masyarakat dengan satuan pendidikan untuk membangun bangsa dan negara.

Dugaan atas awamnya kasus pungutan liar atau pungutan sepihak ini bagi orang tua/wali murid bukan tanpa sebab, melainkan banyaknya pergeseran tafsir kebijakan, perilaku, dan norma masyarakat mapun pemerintahan yang berjalan tanpa arah yang jelas untuk pembangunan pendidikan di berbagai wilayah di Indonesia.

Dengan demikian, berbagai permasalaan yang telah terjabarkan maupun belum terjabarkan diperlukan penanganan serius agar mempertegas tafsir kebijakan secara berkelanjutan dan berkesinambungan mengani evaluasi dan monitoring pungutan satuan pendidikan; apabila tanpa ada penanganan yang signifikan cenderung akan berpengaruh dalam upaya menciptakan suasana pendidikan yang jauh dari penyelenggaraan kemerdekaan hakiki, yaitu upaya mencerdaskan kehidupan berbangsa dan bernegara semakin bias komersialisasi dari berbagai bentuk varian pungutan.

Ali Hidayat_gugat ID

(Sosiologi UGM)

Leave a Comment

Your email address will not be published.

You may also like

Hot News

Instagram
WhatsApp
Tiktok
error: Content is protected !!