Yogyakarta (gugat.id) – Sukses digelar di gedung Concert Hall Taman Budaya Yogyakarta pada Sabtu (28/1/ 2023), “Dejavu Lawe 2024” sebuah drama penggabungan seni teater, seni musik, seni peran, seni rupa, film, dan teknologi animasi dengan sutradara Tito Pangesthi Adjie dan Bramanti F Nasution.
Drama dengan terobosan baru dimaana latar belakang adegan film, animasi dan visual efek yang sangat menarik. Mengisahkan gambaran kehidupan remaja masa kini dengan cerita yang berjarak sangat panjang yaitu era kerajaan Majapahit berdiri.
“Dejavu Lawe 2024” sengaja dipilih sebagai judul karena saat ini kita memasuki tahun politik, mengingatkan kembali sejarah masa lalu agar tidak terulang sekaligus menjadi pelajaran berharga bagi genesari masa kini dan masa depan.
“Cerita diawali dengan adegan era kekinian saat Lola, sebagai anak muda yang diperankan oleh Ukhi Daragia, merasa prihatin atas keadaan bangsa ini mempresentasikan sebuah cerita untuk diproduksi menjadi sebuah film kepada ketiga sahabatnya, sementara naskah ditulis oleh Joko santosa sorang penulis dan budayawan, pementasan sendiri melibatkan sekitar 80 pemain dan kru” jelas Lidwina Riestianti selaku pimpinan produksi

Diceritakan, dalam riwayat sejarah kerajaan Majapahit pernah terjadi sejumlah perlawanan atau pemberontakan dari unsur internal istana sendiri. Salah satu yang paling terkenal adalah pemberontakan Ranggalawe.
Ranggalawe adalah salah satu pengikut setia Raden Wijaya yang turut merintis pendirian Kerajaan Majapahit pada 1293 Masehi, selain Arya Wiraraja, Nambi, Kebo Anabrang, juga Lembu Sora.
Perlawanan Ranggalawe yang merupakan pemberontakan pertama di kerajaan Majapahit diperkirakan terjadi pada tahun 1295 atau ketika Raden Wijaya alias Kertarajasa Jayawardhana berkuasa (1293-1309). Dikisahkan dalam cerita ketika Ranggalawe merasa kesal atas pengangkatan Nambi sebagai Maha Patih yang dianggapnya kurang bijaksana.
Menurut Ranggalawe, jabatan itu seharusnya diberikan kepada pamannya Lembu Sora, yang jasanya lebih besar daripada Nambi. Akan tetapi, Lembu Sora justru tidak berkenan dengan sikap Ranggalawe dan tetap mendukung Nambi sebagaiaha Patih. Ranggalawe menyuarakan ketidakpuasannya dihadapan Raden Wijaya. lalu terjadi adu mulut dengan Nambi, Lembu Sora kemudian menasihati keponakannya untuk meminta maaf kepada raja dan kembali ke Tuban untuk menenangkan diri dan menceritakan kejadian tersebut kepada ayahnya, Arya Wiraraja.
Namun dalam kesempatan itu terjadi Intrik , hasutan dan pengkhianatan dikalangan istana, hingga pertempuratak terelakan terjadi di dekat sungai Tambak Beras dan Ranggalawe gugur, serta menelan banyak korban nyawa.
Kisah tersebut diharapkan menjadi pengingat untuk kita semua ketika anggaplah jika negeti ini sedang tidak baik-baik saja karena fitnah, kebencian, saling hujat, dan penyalahgunaan jabatan seringkali terjadi.
(red/Bdjo)