GUGAT.ID – Mendapat informasi dari tayangan canel youtube dan teman2 pelaku budaya Gunungkidul dalam rancangan pembuatan patung publik. Asosiasi Pematung Indonesia Yogyakarta di wakili Khusna Hardianto (ketua API), Purwanto (Anggota API/Seniman Gunungkidul) mengharap bisa menyumbangkan gagasan dan pemikiranya dalam rancangan patung publik. konsep yang lebih baik untuk sebuah patung publik.
Pengiriman surat ini di dampingi oleh Guntur Susilo (Seniman Batik), Ismu Ismoyo (seniman Mural), Christiawan Lembu (Seniman dan Anggota Abdw Art Project), Himawan Adi (Walhi) yang tergabung dalam Masyarakat Peduli Ruang Publik Gunungkidul (MPRPG), selain surat resmi yang di buat oleh API teman teman MPRPG membuat aksi senyap dengan mengirimkan seperangkat alat Nginang sebagai simbol dari pembersihan diri dan refleksi.

Nginang dalam budaya kita sebagai warisan turun temurun yang sarat makna yaitu simbol penghormatan yang di dalamnya ada tepa seliro, kesederhanaan, pengingat tentang diri sendiri. Sesuai dengan sifat bahan bahan tersebut yaitu Makna Sirih tentang rendah hati dan memuliakan orang lain, dan sandaran hidup untuk tidak merusak, Gambir/pinang bermakna berperilaku yang baik dan ingat sang pencipta, sekaligus simbol keturunan yang baik, sekaligus kita menyiapkan warisan yang baik.
Bagi anak cucu, tembako/mbako bermakna ketabahan hati dan rela berkorban sedangkan Enjet/Batu gamping adalah nurani yang bersih dan keinginan menguatkan diri.

Sehingga orang nginang akan mampu meredam pembicaraan dan perbuatan yang keluar dari koridor yang tidak baik. Juga sebagai simbol kedalam atau intropeksi.
Polemik Patung Tobong dalam beberapa hari ini semakin panas, dan ini tidak baik berlarut-larut bagi kehidupan sosial di Gunungkidul. Kesadaran pemerintah dalam merangkul dan mengakomodir suara masyarakat kurang baik ini perlu di luruskan.
Kami menggunakan simbol simbol yang sudah turun temurun dan menunjukan bagaimana kami memulai dialog yang produktif, kita juga mendorong ruang publik harus di lepaskan dari simbol simbol yang sudah jelas sebuah pengrusakan ekologi Gunungkidul.
Nilai penanda kebudayaan harusnya di keseimbangkan tidak hanya dalam wujud kemajuan fisik pembangunan dan nilai ekonomi saja, harusnya ini selaras supaya anak cucu kita mendapat warisan yang mulia. Salam Budaya, Salam Lestari
Senin 25 April 2022
Masyarakat Peduli Ruang Publik Gunungkidul dan Asosiasi Pematung Indonesia Yogyakarta