(Go West) Where the skies are blue
(Go West) Dimana langit berwarna biru
(Go West) This is what we’re gonna do
(Go West) Inilah yang akan kita lakukan
GUGAT ID, – Go West dan Gowes menjadi dua diksi bahasa yang sama pengucapannya dalam keseharian di Indonesia. Padahal duanya sangat berbeda artinya. Go West secara harfiah bermakna pergi ke barat. Sedang gowes disebut-sebut sebagai akronim dalam dialek bahasa lokal Yogyakarta yaitu genjot ora genjot wis teles, sementara dalam kamus bahasa Indonesia gowes diartikan bersepeda, dan menggowes.
Go Wes merujuk pada judul lagu, yang direlease 6 September 1993, oleh vokalis Neil Tennant and Chris Lowe (keyboardist). Keduanya personil Pet Shop Boys band.
Lagu itu yang mengisahkan tentang migrasi warga dari negara-negara Blok Timur (Rusia dan sekitarnya) ke negara Barat (Amerika Serikat dan negara-negara lain yang tergabung dalam NATO. NATO atau Pakta Pertahanan Atlantik Utara atau North Atlantic Treaty Organization), suatu organisasi politik dan pertahanan gabungan negara Barat yang dimaksudkan untuk mengimbangi kekuatan ideologi Uni Soviet yang dikenal Pakta Warsawa selama masa Perang Dingin (1979–1985).
Dalam perkembangan diksi Go West diplesetkan maupun diserap menjadi gowes. Tidak terdapat tausure atau sejarah asal-usul gowes. Sejumlah media umumnya menulis, gowes sebagai plesetan yowes atau ya sudah yang diucapkan oleh presenter acara televisi swasta, Indra Bekti dan Indie Barens.
Sebagian lainnya menyebut gowes sebagai akronim dalam bahasa lokal Yogyakarta yaitu Genjot Ora Genjot Wis Teles atau artinya dikayuh atau tidak dikayuh badannya basah. Ada lagi yang menyebut gowes petikan anak-anak lagu Kring-Kring Goes Goes, yang dipopulerkan oleh penyanyi cilik Bayu Bersaudara, 1988.
Baca juga
Puji Rahaya dalam tulisannya Romantisme Kereta Angin (Sepeda Onthel) di Yogyakarta Tahun 1970an menjelaskan, gowes ini kelanjutan dari diksi bahasa Jawa yaitu “onthel” yang dimaknai putar, kayuh, genjot. Diksi itu semula untuk menyebut semua benda yang bergerak memutar.
Sejalan dengan hadirnya seoeda, istilah itu untuk menggambarkan perangkat transportasi tidak bermesin yang digerakkan oleh tenaga manusia dengan cara mengayuh. Berkembang lagi kemudian penambahan diksi pit atau sepeda emnjadi pit onthel atau Fietses (Bahasa Belanda).
Pit onthel terkait dengan budaya menggunakan sepeda sebagai moda transportasi dari rumah ke kantor pada 1950 bagi para pegawai kantor pemerintahan di Yogyakarta. Karena itu Yogyakarta menjadi “Kota Sepeda” pada decade 1950-1970-an.
Sejalan memudarnya citra sepeda sebagai moda transportasi pada 1980an karena terpinggirkan oleh sepeda motor. Namun kendaraan bermesin itu cenderung menimbulkan dampak degradasi kualitas lingkungan, maka Pemerintah Kota Yogyakarta mengadopsi program sepeda sebagai alat transportasi ke kantor dengan kebijakan gerakan Sego Segawe atau Sepeda Kanggo Sekolah lan Nyambut Gawe atau Sepeda Untuk Sekolah dan Bekerja) pada 2008. Tujuannya, para pegawai di lingkungan pemerintah setempat agar mengayuh sepeda atau menggunakan sepeda sebagai modal transportasi dari rumah ke tempat kerja.
Gerakan gowes ikut mengangkat pamor tradisi bersepeda di kalangan masyarakat Yogyakarta sejalan dengan munculnya komunitas-komunitas sepeda onthel, yang dilengkapi dengan atribut-atribut pakaian dan sepeda kuno dengan merk Eropa seperti Gazelle, Simplex, dan Raleigh. Merk lainnya Tuscon, Rambler,Phillips, Sunbeam, Norman, Hercules.
Karena sepeda klasik dan antik itu jumlahnya terbatas dan tidak diproduksi lagi, maka gowes mendorong penggunaan sepeda-sepeda era modern produk dalam negeri maupun produk impor.
Komunitas penggemar sepeda bisa berdasarkan merk sepeda seperti fixie, celli atau folding bike (sepeda lipat), BMX, MTB dan Bike to Work.
Baca juga
- Perang Rusia-Ukrania Cermin Ilmu Tak Berbudaya
- Masa Pandemi Melahirkan Ribuan Pemilik Rekening Gendut
Terdapat juga komunitas berdasarkan latar belakang institusi seperti gowes para rektor perguruan tinggi swasta (PTS) atau gowes pimpinan PTS, yang diikuti oleh para rektor. Komunitas ini digagas oleh Prof. Dr. Edy Suandi Hamid, Rektor Universitas Widya Mataram (UWM). Anggotanya dari seluruh PTS, baik PTS umum maupun PTS Islam (Asosiasi Perguruan Tinggi Islam Seluruh Indonesia/APTISI) yang tergabung dalam asosiasi Lembaga Layanan Pendidikan Tinggi (LLDIKTI) wilayah V.
Sepeda goweser dari kalangan rektor itu umumya sepeda modern, jarang yang menggunakan sepeda lama yang antik. Kegiatan mereka berkisar satu atau dua bulan satu kali, dengan tuan rumah PTS tertentu, yang ditunjuk secara bergilir.
Pada kegiatan gowes, Minggu, 20 Maret 2022, tuan rumah Rektor dan jajaran pimpinan Institut Teknologi Nasional Yogyakarta (ITNY) , Dr. Ircham, M.T.
Dalam kegiatan bersepeda santai itu, para rektor PTS benar-benar Go West karena sebagian besar rektor dari timur, baik kota Yogyakarta, Sleman, maupun Bantul menuju ke Barat di daerah kampus lapangan ITNY di Kulonprogo.
(Redaksi)