
Sleman, gugat.id – Nama besar Pangeran Diponegoro yang identik dengan perjuangan rakyat, Kesediaan untuk keluar istana dan menanggalkan kemewahan lalu berjuang mengangkat senjata bersama rakyat, menjadi awal mula bangkrutnya pemerintahan kolonial Belanda.
Diponegoro atau Bendoro Raden Mas Antawirya nama kecilnya bergerak dan bergerilya dari satu wilayah ke wilayah lain tidak saja membuat pertahanan Belanda keteteran, tetapi juga mampu membangkitkan solidaritas bangsa. Itu menjadi monumen perjuangan abadi yang berdiri sejak akhir abad XIX.
Java Oorlog atau Perang Jawa merupakan perang Diponegoro berlangsung antara 1825-1830. Dalam lima tahun berstrategi perang gerilya terbukti efektif menguras kas Belanda hingga membuatnya bangkrut dan mengalami krisis ekonomi dalam sejarahnya.
Perang Diponegoro menjadi perang terbesar dan terlama yang dihadapi Belanda di luar benua Eropa. Dalam perspektif Indonesia, perang itu menjadi simbol atas membaranya keyakinan menang perang melawan Belanda.
Jejak Diponegoro pun ditemukan di berbagai sudut desa hingga penjara dan benteng pertahanan di kota. Terekam dalam beragam narasi, melibatkan beragam tokoh, dan menyisakan situs, peninggalan sejarah serta memori kolektif yang tersimpan di benak masyarakat. Satu diantaranya seperti yang ada di Dusun Gancahan, Sidomulyo, Godean, Sleman.
Terbukti salah satu episode Perang Diponegoro itu meletus di wilayah dusun Gancahan, berbatas Kali Gagak Suro, prajurit Diponegoro bertempur melawan pasukan Belanda. Bukan sebuah kebetulan jika di kawasan itu terdapat makam Kyai Wirajamba, satu dari empat abdi dalem terpercaya Pangeran Mangkubumi (HB I).
Saat tinggal di Pesanggrahan Ambarketawang (1756), Pangeran Mangkubumi yang suka berkelana pernah singgah di Gancahan dan bertemu dengan Kyai Wirajamba.
Itulah yang membuka selubung sejarah yang menyelimuti masa lalu kawasan Sleman bagian barat.
“Bagi Keluarga Alumni Sejarah Universitas Gadjah Mada (KASAGAMA), menarik benang merah jejak sejarah lalu merangkainya menjadi kisah merupakan tugas kesejarahan. Mengangkat kisah yang hidup di dalam memori kolektif masyarakat ke dalam berbagai kegiatan yang positif, berfungsi menghidupkan sejarah. Dari situlah masyarakat dan bangsa ini bisa mengambil makna dan keteladanan”, kata Ketum KASAGAMA Wahjudi Djaja, S.S., M.Pd.
Bagi Pengurus Kalurahan Budaya Sidomulyo, upaya untuk mengangkat sejarah akan menjadi narasi yang penting bagi generasi penerus.
“Mereka akan memiliki kebanggaan tersendiri bahwa di wilayahnya pernah menjadi kancah peperangan yang begitu berarti bagi nasib bangsa. Kami berharap generasi muda meneladani semangat juang Pangeran Diponegoro untuk melanjutkan perjuangan”, tandas Masrokhim Imam (Ketua Pengelola Kalurahan Sidomulyo).
Sedangkan bagi pemerintah Kalurahan Sidomulyo, mengangkat peristiwa Perang Diponegoro bisa menjadi generator yang mampu menggerakkan optimalisasi potensi Sidomulyo.
“Kami berharap momentum itu bisa menggerakkan potensi yang dimiliki Sidomulyo. Selain aspek kesejarahan, ada peluang besar untuk memperkenalkan potensi seni budaya, kuliner, kerajinan, UMKM, perikanan, dan pariwisata. Harapan kami, itu berdampak pada peningkatan kesejahteraan dan perekonomian masyarakat”, kata Lurah Sidomulyo.
Untuk itulah KASAGAMA, Pemkal Sidomulyo dan Pengelola Kalurahan Budaya Sidomulyo menggelar Haul 168 Tahun Sang Pangeran pada Sabtu 7 Januari 2023 di Area Parkir Timur Embung Gagak Suro Dusun Gancahan, Sidomulyo, Godean, Sleman.
Pemutaran Film berjudul “Titi Mangsa” dengan aktor utama Ki Roni Sodewo yang berkisah tentang akhir masa perjuangan Pangeran Diponegoro pada 1830 bersumber dari Babad Diponegoro yang ditulis langsung oleh Sang Pangeran merupakan salah satu dalam rangkaian acara tersebut.
Seperti diketahui Pangeran Diponegoro wafat pada 8 Januari 1855 di Makassar Sulawesi Selatan setelah mengalami pengkhianatan dan masa pembuangan oleh Belanda.
Selain untuk mengangkat Sejarah Lokal, acara Haul 168 Tahun Sang Pangeran juga diharapkan bisa mempertemukan kalangan sejarawan dengan masyarakat dan menjadi agenda tahunan yang diperingati.
Dengan demikian, peristiwa dan tokoh sejarah lokal bisa didokumentasikan untuk memperkaya dan melengkapi Sejarah Nasional.
(Redaksi)