GUGAT.ID – Demonstrasi berkepanjangan masih terjadi di Sri Lanka hingga hari ini (12/05/22). Gerakan protes dari masyarakat Sri Lanka dikarenakan krisis ekonomi yang tengah melanda negara kepulauan berpenduduk 22 juta tersebut.
Aksi protes kepada presiden masih tetap berlanjut meskipun diberlakukannya jam malam oleh pihak berwenang sesuai instruksi pemerintah Sri Lanka. Presiden Gotabaya Rajapaksa menuturkan demonstran dengan gelombang besar akibat kelangkaan minyak, produksi gas anjlok, dan kenaikan harga barang.
“Beberapa hari ini ada protes terhadap Presiden negara kita. Karena banyak masalah seperti kenaikan harga minyak, kekurangan gas, dan kenaikan harga barang. Di sini banyak orang miskin, yang tidak bisa membeli semuanya karena semuanya harganya sangat mahal. Sangat sulit bagi orang untuk menanggung, orang yang mendapatkan uang dengan sewa bekerja harus makan satu kali karena tidak punya cukup uang,” ujar Malshi Imasha, kalangan muda Asia di Sri Lanka.
Penyebab Krisis Ekonomi di Sri Lanka
Kenaikan harga minyak, kekurangan bahan bakar gas, serta kenaikan harga barang merupakan dampak dari krisis ekonomi yang terjadi di Sri Lanka tahun 2022.
Menurut The Indian Express, akar dari krisis ekonomi tersebut karena adanya kesalahan dalam mengurus (mismanagement) oleh Pemerintah Sri Lanka yang menciptakan dan mempertahankan double defisit (kekurangan anggaran di samping inflasi atau defisit transaksi yang berjalan).
Double defisit menandakan pengeluaran nasional negara Sri Lanka melebihi pendapatan nasionalnya, serta produksi barang maupun jasa yang diperdagangkan kurang memadai.
Media CNN juga berpendapat bahwa kebijakan Presiden Gotabaya Rajapaksa dalam memangkas pajak dinilai menjadi menurunkan pendapatan negara.
Hal tersebut mendorong lembaga pemeringkat dalam menurunkan peringkat Sri Lanka ke tingkat yang mendekati standar, efeknya negara tersebut kehilangan akses ke pasar luar negeri.
Sri Lanka juga memiliki tanggungan untuk melunasi hutang yang menyusutkan cadangan devisa dari $6,9 miliar pada tahun 2018 menjadi $2,2 miliar di tahun 2022.
Anjloknya devisa cadangan hampir 70 persen tersebut berimbas pada impor bahan kebutuhan sehingga membuat harga kebutuhan melonjak. Situasi tersebut diperparah dengan mundurnya para menteri kabinet Sri Lanka secara serempak.
Media BBC News mengungkapkan bahwa terdapat 26 menteri yang mengundurkan diri hingga tersisa Menteri Mahinda Rajapaksa yakni kakak laki-laki Presiden Gotabaya Rajapaksa.
Efek Krisis Ekonomi terhadap Masyarakat Sri Lanka
Menurut The Indian Express, pemerintah tidak sanggup membayar kepentingan impor salah satunya bahan bakar. Sehingga terjadi pemadaman listrik hingga 13 jam di Sri Lanka.
Selain dari media tersebut, efek krisis ekonomi terhadap masyarakat di Sri Lanka juga diceritakan oleh teman pena saya yang tinggal disana, bernama Malshi Imasha.
Informasi yang Malshi berikan berupa kenaikan harga gas yang semula 1500 rupee menjadi 4500 rupee. Saat ini kurs mata uang 1 rupee sama dengan 189 rupiah Indonesia. Selain itu kenaikan harga contohnya harga sabun dari 60 rupee menjadi 130 rupee.
“Sebelumnya harga gas di 1500 rupee tapi sekarang menjadi 4000, 4500 rupee. Semuanya mahal. Diesel, bensin dari 100 rupee menjadi 350 rupee. Sabun dari 60 rupee menjadi 130 rupee.”, tambah Imasha.
Asih Hanan F
(Mahasiswi Sosiologi UGM dan Anggota Kalangan Muda Asia, Indonesia)