Memahami Keadaan dan Kepentingan Dunia Digital |

Memahami Keadaan dan Kepentingan Dunia Digital

By

Yogyakarta (gugat.id) – Sudah tidak dapat dipungkiri, manusia menerima kenyataan buatan tentang isu-isu seperti kemiskinan, ketimpangan, kerusakan alam, dampak perubahan iklim dan sebagainya dari berbagai sumber media digital yang ditertawakan maupun diglorifikasi kesedihan di kantong masing-masing.

Seiring dengan kecanggihan dan kesempatan dalam media digital, Orang-orang berteknologi membuat isu-isu penting ini berbuah sepahit mungkin dengan ke-pesimis-an atau semanis “juruh” dengan peluang untung sehingga tidak ada keraguan di mata dan jempol Masing-masing.

Memahami Keadaan
Beberapa contoh penggunaan isu menjadi berdampak perspektif rasa buah “pahit-manis“, diantaranya:

1) kemiskinan
Pada tahun 2022, pemerintah memberlakukan kenaikan harga bahan bakar minyak bersubsidi seperti pertalite, dan solar sehingga menciptakan tarikan kenaikan kepada harga kebutuhan sumber bahan pokok yang diangkut oleh truk dan mobil muatan.

Kecanggihan teknologi dalam genggaman, isu ini memberikan peluang masyarakat menjadi jurnalis dadakan namun berdampak “pergunjingan” di kolom komentar, seperti pejabat publik eksekutif maupun legislatif (kepala biro, gubernur hingga menteri dan presiden) yang mengunggah foto dan video yang berdeskripsi membantu seorang sayur gendong yang dianggap kaum miskin seakan berdampak seribu orang pada kelasnya demi elektabilitas.

2) ketimpangan
Pada tahun 2021, teknologi memberikan pengaruh besar bagi Desa-desa terpencil seperti Wadas akibat anak-anak yang terpapar konflik dan kecanggihan mengangkat isu ketimpangan di media sosial.
Alhasil, banyak pihak kepentingan “berdatangan” yang posisinya hanya pro-kontra, misal media sosial lembaga dan agen kekuasaan mencitrakan masing-masing pendapatnya tentang kondisi masyarakat Wadas sehingga terjadi “ketikan dan emoji masif” untuk mendukung dan menolak posisi dari lembaga/agen penunggah.

3) kompetisi lapangan kerja baru
Pada tahun 2014-2017, konflik antar jasa pengendara terjadi sengit di dunia nyata maupun dunia maya akibat kompetisi layanan jasa pengantar barang/orang berbasis offline maupun online.

Namun demikian, kemudahan dan euforia kecanggihan teknologi mengalahkan semangat bertahan kaum offline sehingga terasing dan tersedot dalam dunia online-isme dari Ojol (ojek online), taxol (taxi online), online tiketing kereta-bandara, kurol (kurir online), pijat panggilan bertanda “no plus plus“, dan lain sebagainya.

Memahami Kepentingan
Berbagai isu dan contoh yang dibagikan, banyak kejadian yang tidak tertuliskan dan termasuk pengalaman yang sangat kecil mempengaruhi sistem besar maupun sebaliknya.

Kejadian itu seakan biasa, terdapat nilai-nilai tradisionalitas dalam diri banyak orang dalam skema kecanggihan teknologi, sehingga banyak pengguna teknologi hanya sebagai pecandu kecanggihan, bukan sebagai konsumen penikmat atau penantang baru dari sajian korporasi.

Kebiasaan atau sisi tradisionalitas seseorang terbentuk akibat sosialisasi dan penilaian yang biasa saja terhadap masyarakat lingkungannya, contoh tidak ada pengendalian secara masif dalam bentuk 30 menit matikan kecanggihan teknologi dan sempatkan makan siang bersama di luar kantor atau hari minggu bebas teknologi.

Keterbatasan ini perlu diciptakan untuk menjaga sisi humanitarian seseorang dalam berbagi kehidupan digital, disamping itu pemilahan bagi pemangku kebijakan melakukan tracing pembuat berita buruk dan hoax, sehingga kebijakan konvensional dapat berfungsi dalam aktifitas digital.

(red/hidayat)


Leave a Comment

Your email address will not be published.

You may also like

Hot News

Instagram
WhatsApp
Tiktok
error: Content is protected !!