Gunungkidul, gugat.id -Kasus keracunan massal yang menimpa 695 siswa di Kapanewon Saptosari, Gunungkidul, Yogyakarta, akibat program Makan Bergizi Gratis (MBG) telah memicu reaksi keras dari Pemerintah Kabupaten Gunungkidul. Sebagai tanggapan cepat, rapat koordinasi lintas sektoral segera digelar untuk membahas akar permasalahan dan mencari solusi komprehensif. Rapat penting ini berlangsung di Gedung Handayani lantai 2 pada hari Jumat (31/10/2025).
Bupati Gunungkidul, Endah Subekti Kuntariningsih, membuka rapat dengan memaparkan data mengejutkan terkait dapur SPPG (Sentra Pangan Pemberdayaan Gizi) di seluruh wilayah Gunungkidul. Dari total 59 dapur SPPG yang terdata, hanya 44 yang telah terverifikasi, dan ironisnya, hanya 27 yang benar-benar beroperasi. Di tengah rapat yang berlangsung serius, Bupati Endah tak segan melontarkan kritik pedas terhadap laporan program MBG yang selama ini diterimanya, yang terkesan berjalan lancar tanpa kendala.
Keheranan dan kekecewaan Endah semakin memuncak saat mengetahui bahwa dari target awal 59 dapur SPPG, hanya 27 yang aktif menjalankan operasionalnya. Temuan ini sangat kontras dengan laporan yang diterimanya, yang menyebutkan bahwa banyak dapur SPPG telah berhasil melewati proses verifikasi oleh BGN (Badan Gizi Nasional). “Ternyata yang benar-benar operasional baru 27 dapur. Empat ditutup, dan dari target 59 baru 44 yang terverifikasi. Tapi laporan ke kami seolah semua sudah berjalan. Ini tidak bisa dibiarkan!” tegas Endah dengan nada geram.
Tak hanya itu, kemarahan Bupati Endah semakin menjadi-jadi ketika mendapati ketidaksesuaian antara jumlah penerima manfaat program MBG yang dilaporkan dengan fakta di lapangan. Data yang ada menyebutkan bahwa ada 174 ribu anak yang seharusnya menerima manfaat dari program ini. Namun, setelah dilakukan pengecekan langsung di lapangan, ternyata hanya sekitar 104 ribu anak yang benar-benar merasakan manfaatnya. “Seolah-olah semua sudah berjalan dan anak-anak sudah menerima manfaat. Tapi begitu kita cek, ternyata hanya sebagian yang benar-benar aktif. Ini yang membuat saya marah,” ungkap Endah dengan nada kecewa.
Lebih lanjut, Endah menilai bahwa realisasi program MBG selama ini masih minim koordinasi dengan berbagai pihak terkait. Kurangnya koordinasi ini mengakibatkan munculnya berbagai kejadian yang tidak diinginkan, termasuk kasus keracunan yang terjadi di beberapa wilayah. Bupati Endah menyoroti bahwa di Gunungkidul sendiri, sudah beberapa kali terjadi kasus siswa keracunan setelah mengonsumsi menu MBG. Oleh karena itu, ia meminta agar setiap dapur SPPG lebih memperhatikan aspek higienitas menu yang disajikan. “Kepala dapur harus tahu berapa anak yang dilayani, apa menunya, dan bagaimana prosedur pengolahannya. Jangan sampai karena lalai, anak-anak jadi korban,” tegasnya.
Sebagai langkah konkret untuk mencegah kejadian serupa terulang kembali, Endah mengeluarkan instruksi tegas yang harus dilaksanakan mulai minggu depan. Setiap kapanewon diwajibkan untuk menggelar rapat rutin mingguan yang melibatkan tim dapur, kepala Puskesmas, dan lurah setempat. Selain itu, rapat tersebut juga harus disertai dengan pembentukan grup komunikasi daring yang berfungsi untuk melaporkan kegiatan harian, termasuk menu makanan yang disajikan setiap hari. Dengan langkah-langkah ini, diharapkan program MBG dapat berjalan lebih efektif dan aman, serta memberikan manfaat yang nyata bagi seluruh siswa di Gunungkidul.
(Red)