GUGAT_ID, Gunungkidul, – Masyarakat Indonesia bahkan global, khususnya milenial, mendadak gandrung investasi crypto. Fenomena ini mesti dipahami dalam kerangka besar masyarakat serbamedia (cyber society) dengan budaya digital yang menjadi habitat dan ekosistemnya.
Cyber society ini menjelaskan suatu kondisi masyarakat yang tercipta sebagai konsekuensi akibat perkembangan teknologi informasi dan komunikasi, khususnya internet yang tidak dibatasi oleh ruang dan waktu.
Menyoal tentang uang kripto, di seluruh dunia, penyedia uang kripto berkembang pesat dari 66 unit pada tahun 2013 menjadi hampir 1700 unit pada tahun 2019 dan menjadi 4500 unit uang kripto pada tahun 2021. Kini aset kripto menjadi salah satu cara alternatif untuk berinvestasi selain saham dan obligasi.
Baca juga : Koordinasi Relokasi, PKL : Malioboro Indah Tanpa Memindah
Berdasarkan catatan Fintech News Singapore (2020), sampai saat ini, porsi blokchain dan uang kripto dalam teknologi finansial dunia baru mencapai sebesar 8 persen, sedangkan porsi terbesar 50 persen dikuasai oleh pinjaman digital, 23 persen untuk platform pembayaran.
A.B Widyanta, Sosiolog UGM yang berasal Gunungkidul menjelaskan uang crypto dalam konteks di Indonesia, pembayaran dengan mata uang kripto tidak diperbolehkan, yang diperbolehkan adalah aset kripto. Alat pembayaran diwajibkan menggunakan rupiah Ketentuan itu sudah ditegaskan oleh Bank Indonesia dan Bappebti (Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi).
Namun karena terus menjadi arus utama, seluruh negara di dunia hari ini tengah gonjang-ganjing menyikapi ancaman uang kripto sebagai alat pembayaran. Banyak negara tengah melakukan riset serius dan mendalam soal dampak uang kripto untuk alat pembayaran ini.
Baca juga : Berkenalan Dengan Monster Baru Bernama Metaverse
“Uang kripto itu acaman nyata bagi banyak negara di dunia, termasuk Indonesia. Bagaimanapun juga disrupsi financial technology ini menandai tentang kedodorannya negara bangsa dalam menyikapi disrupsi teknologi dan informasi khususnya di sektor keuangan. Negara bangsa tengah berhadapan dengan invasi dari negara-negara digital (digital states) terkait semakin populernya uang kripto itu,” Jelas Abe (24/1/2022).
Saat ini banyak negara tengah melakukan riset berkaitan dengan inovasi teknologi informasi dan telekomunikasi itu. Dibutuhkan formulasi regulasi yang lebih komprehensif, antisipatif, namun juga mumpuni untuk menjawab tantangan itu. Bagaimanapun regulasi kita saat ini masih lemah terkait inovasi-inovasi teknologi semacam itu.
Redaksi_gugat ID
Editor V3_gugat ID