GUGAT ID, – Cacip (Catatan Icip-icip) ke-5 kali ini, sahabat gugat.id diajak untuk menikmati romantisme kuliner tradisional di Gunung Kidul.Perkembangan ekspresi budaya di Indonesia sangat luas, Khususnya kuliner masyarakat Gunung Kidul dari zaman tradisional (abad 18-19) hingga modern ini. Sejumlah menu masakan rumahan bersejarah yang perlu sahabat gugat.id ketahui.
Diceritakan oleh kakek dan nenek, makanan tradisional banyak dianggap sebagai kuliner langka, akibat perubahan budaya dan role of the game soal produksi dan budaya konsumsi yang berkembang. Namun perubahan itu tidak meniadakan niat gugat.id mengulasnya, melainkan tetap akan dikupas disini.
Lihat Juga
Banyak Orang tua (Lansia) Yogyakarta menyebut daerah Gunung Kidul atau Wonosari— karena ibukota kabupatennya di Kecamatan Wonosari— adalah daerah kering yang sulit ditanami varian tanaman dengan kebutuhan air yang banyak. Sehingga berpengaruh terhadap variasi makanan yang diproduksi disana.
Karena tanaman pangan yang sulit dikembangkan, masyarakat hanya menanam dengan bergantung air hujan atau penyesuaian iklim jawa disebut sistem pranoto mongso, berburu hewan untuk diternak atau diolah langsung, bahkan menerima dan membawa makanan dari luar wilayah. Salah satu pengaruh keterbatasan pangan, adalah cerita tentang ketersediaan beras masih sangat jarang dan awam bagi masyarakat kurang mampu di Gunung Kidul akibat musim, hama, dan pencurian.
Karena itu pula, masyarakat terdorong untuk kreatif dan inovasi “akibat keterbatasan” dengan penciptaan makanan ringan dan pengawetan. Sejalan modernitas masuk di wilayah Gunung Kidul, sejumlah makanan itu bertahan dan bermunculan kembali di tengah kehidupan masyarakat, diantaranya:
Glinding Doro
Glinding Doro adalah sebuah menu makanan kukus yang dibungkus dengan daun salam dan daun pisang dengan ditusuk lidi. Seperti namanya, bahan utama glinding doro adalah daging burung dara. Burung dara ini juga bermacam-macam ada dara pos, jambul dan balap dan masih banyak jenis lainnya namun diantara semua itu yang. Bahan Timun suri besar yang kulitnya kuning Kacang merah Burung dara atau ayam atau daging segar. Oleh karenanya burung dara dan burung merpati bagi istilah umum di masyarakat Jadi burung dara dan merpati tidak ada bedanya, hanya saja perbedaan penyebutan kata. Makanan ini dapat dinikmati oleh sahabat gugat.id dengan berkunjung ke lapak Mbah Tumiyem di Pasar Ekologis Argowijil, Desa Gari, Kecamatan Wonosari.
Sego Jagung
Sego Jagung/nasi jagung adalah salah satu menu makanan pengganti nasi-lauk dengan cara masak kukus yang dibungkus dengan daun pisang dan ditusuk lidi. Namun dengan adanya nasi putih, masyarakat Gunung Kidul mulai meninggalkannya. Menu makanan ini menjadi buah bibir masyarakat luas kembali ketika/setelah pariwisata terkenal di Gunung Kidul. Tekstur Nasi Jagung adalah pecahan biji jagung kering yang dikukus dengan ditaburi parutan kelapa, sehingga rasanya yang guring dengan sedikit manis. Makanan ini masih banyak dapat ditemui oleh sahabat gugat.id di pasar-pasar di Gunung Kidul.
Botok Tawon
Botok tawon adalah sebuah menu makanan dari bahan dasar tawon atau sejumlah lebah madu yang dibalur parutan kelapa yang berbumbu. Botok tawon ini memiliki rasa gurih, asin dan pedas. Bagi sahabat gugat.id yang memiliki rasa penasaran untuk mencoba menu makanan ini silahkan datang berkunjung di desa-desa wisata Gunung Kidul untuk meminta menu makanan tersebut. Karena makanan ini memang berfungsi sebagai pengganti lauk dan sambal pada zaman susah makanan di Gunung Kidul.
Bagi sahabat yang datang ke Gunung Kidul untuk mencari sensai makanan ekstrem dan berjelajah makanan tradisional, tiga makanan ini cocok untuk sahabat Gugat.id.
Silahkan sahabat gugat.id mencoba menu makanan yang akan kami informasikan dalam kolom ini. semoga membantu sahabat gugat.id untuk menemukan pengalaman kuliner yang baru ketika berkunjung di Gunung Kidul.
Selamat datang dan berkunjung kembali sahabat Gugat.id.
(tim redaksi)