GUGAT.ID (Yogyakarta) – Tindak kejahatan pelecehan seksual yang tempo hari terjadi di Titik Nol Kilometer Yogyakarta pada Minggu (3/7/2022) menjadi keprihatinan mendalam bagi publik di Yogyakarta.
Dalam rangka mendiseminasikan pendidikan kewargaan, awak media GUGAT.ID, Abe Widyanta, melakukan wawancara khusus kepada Pengacara Korban, Gyovani Sarwolfram, S.H. (37). Ia adalah Direktur Lembaga Konsultasi dan Bantuan Hukum (LKBH) Pandawa yang berkantor di Jl. Sultan Agung No.69, Gunungketur, Pakualaman, Kota Yogyakarta, Daerah Istimewa Yogyakarta 55166.
Proses wawancara dilakukan paska konferensi pers Tim Pengacara LKBH Pandawa pada Kamis (7/7/2022) pukul 12.30-13.00. Berikut ini hasil petikan wawancara Abe Widyanta (Abe) dengan , Gyovani Sarwolfram (GS).
Abe: Terjadinya tindak kejahatan pelecehan seksual di tempat umum, Titik Nol Kilometer Yogyakarta, menjadi keprihatinan kita bersama. Lantas, apa pesan terpenting yang sesungguhnya hendak disampaikan oleh Tim Pengacara LKBH Pendawa kepada publik Yogyakarta melalui konferensi pers ini?
GS: Berulang-ulang saya sampaikan bahwa Kota Yogyakarta ini adalah kota pariwisata. Di samping itu Yogyakarta adalah kota pendidikan dan juga kota budaya. Ketika Yogyakarta adalah kota pariwisata, kota pendidikan, dan kota budaya, sebenarnya ini adalah kota yang sempurna bagi Yogyakarta.
Cuma, ketika terjadi hal seperti ini, ada pelecehan seksual yang terjadi di tempat umum dan bahkan tempat yang merupakan ikon kota Yogyakarta, maka itu sangat disayangkan, kok tidak ada pengamanan di sana.
Harapan saya sih lebih kepada seruan kepada Pemerintah Kota Yogyakarta maupun Pemerintah Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta perlu lebih memperhatikan aspek-aspek keamanan dan kenyamanan. Mereka perlu selalu menghadirkan aparat keamanan, entah darimanapun lini keamanan itu, yang jelas kehadiran mereka di tempat umum dan fasilitas-fasilitas umum seperti itu, bisa memberikan kenyamanan bagi pengunjung.
Apalagi, persoalan pelecehan seksual di tempat umum itu saat ini sudah viral. Berita itu sudah didengar oleh kota-kota lainnya yang mungkin (warganya) hendak berkunjung ke Yogya.

Nah untuk mengantisipasi ketakutan atau keraguan dari mereka (pengunjung) ya… satu-satunya langkah yang perlu diambil oleh Pemerintah Yogyakarta adalah adanya aparat keamanan, entah itu polisi, pamong budaya, atau Satpol PP, untuk bisa selalu berjaga (stay) di berbagai fasilitas umum seperti itu. Itu semua dilakukan untuk memberi rasa nyaman bagi para pengunjung di Yogya.
Abe: Bagaimana kasus pelecahan seksual ini nantinya akan diselesaikan ketika pengesahan UU No 12 Tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (UU TPKS) belum memiliki aturan turunannya?
GS: Saya melihatnya seperti ini. Memang kita menyadari belum ada aturan turunan dari UU No. 12/2022 ini. Kita harus pahami bahwa UU ini kan baru diterbitkan. Kita semua baru pertama kalinya menerapkan peraturan perundangan ini. Harapan saya kedepannya begini. Berbicara tentang hukum, jangan sampai kita berpikir bahwa ada “kekosongan hukum”. Selalu ada peraturan yang bisa digunakan untuk menjerat pelaku tindak kriminal. Sekali lagi, sebenarnya tidak ada “kekosongan hukum”. Masih banyak peraturan-peraturan yang bisa diterapkan untuk menjerat pelaku tindak kriminal. Kecuali yang memang dari awal belum pernah diatur dalam peraturan perundang-undangan. Kalau dalam kasus pelecehan seksual semacam ini, kita sudah banyak memiliki peraturan perundang-undangan.
Abe: Jika UU No. 12 Tahun 2022 itu belum memiliki aturan turunan, apakah proses pengadilan atas kasus pelecehan seksual ini nanti, putusan hukumnya bisa optimal seperti yang tertuang dalam UU tersebut? Apakah hukuman kepada pelaku akan optimal?
GS: Dalam hemat saya, semuanya itu kembali kepada sejauh mana aparat penegak hukum menerapkan peraturan perundang-undangan yang ada. Itu berkaitan dengan sejauh mana mereka menerapkan peraturan secara profesional. Hal kedua, sejauh mana mereka menerapkan peraturan perundangan itu menurut hati nurani. Itu dua hal yang penting untuk ditekankan dalam pemecahan persoalan hukum atas kasus pelecehan seksual ini. Optimalnya putusan hukum, sangat ditentukan oleh bagaimana mereka menerapkan peraturan perundangan yang ada berdasarkan profesionalisme mereka dan berdasarkan hati nurani yang mereka punya.
Abe: Selaku pendamping hukum Anda pasti sangat mafhum bagaimana sebenarnya tuntutan hukum dari pihak korban kepada pelaku?
GS: Sebagaimana yang disampaikan korban kepada kami (Tim Pengacara LKBH Pandawa), korban meminta bahwa kasus ini harus diselesaikan secara tuntas dan pelakunya harus dikenakan pidana penjara. Pidana penjara yang dimaksudkan adalah penjara maksimal sebagaimana yang diatur di dalam undang-undang. Untuk sementara ini, kami Tim Pengacara LKBH Pandawa berkoordinasi dengan Kepolisian, untuk sementara ini yang akan diterapkan adalah Pasal 6 (a) UU No. 12/2022 tentang TPKS, yang mana ancaman hukuman yang tercantum di sana adalah selama 4 tahun.
Abe: Sejauh yang saya tahu, dalam melakukan pendampingan korban tindak kekerasan seksual ini, Tim Pengacara LKBH Pandawa mengandeng para aktivis gerakan “Perempuan Pancasila”. Menurut Anda, apa artikulasi perjuangan dari mereka yang penting untuk diketahui oleh publik Yogyakarta saat ini?
GS: Upaya kelompok-kelompok perempuan untuk memperjuangkan rasa aman dan nyaman saat berada di tempat atau fasilitas umum itu harus kita dukung sepenuhnya. Atas dasar itulah, mereka berupaya keras untuk mengawal proses penyelesaian kasus ini hingga tuntas. Bila ini nanti berhasil dengan baik dan optimal, maka kasus ini bisa menjadi preseden dan pembelajaran penting untuk kita semua. Hak-hak perempuan untuk mendapatkan perlindungan di fasilitas-fasilitas umum seperti itu harapannya akan bisa kita capai dan wujudkan bersama. Dengan begitu, para pelaku akan takut.
Selain bekerjasama dengan kelompok “Perempuan Pancasila”, kami juga menjalin kerjasama dengan Komnas Perlindungan Perempuan dan Anak. Kami sudah mengkoordinasikan dengan mereka. Selain melakukan pendampingan psikologis bagi korban, Komnas Perlindungan Perempuan dan Anak juga akan melakukan pendampingan hukum bersama-sama dengan kami Tim Pengacara LKBH Pandawa. Kami akan terus menjalin komunikasi intensif untuk mendampingi proses hukum bagi korban dengan sebaik-baiknya.
Abe: Menurut perhitungan Anda, selaku pengacara, kira-kira penyelesaian perkara ini akan memakan waktu berapa lama?
GS: Sebagaimana dalam aturannya, kasus ini akan memakan waktu paling lama tiga bulan. Harapan kami, aparat kepolisan sebagai yang berwenang menjalankan penegakan hukum bisa profesional sesuai dengan peraturan yang berlaku. Apabila dalam perjalanan nanti, proses hukum tidak sesuai dengan yang kami harapkan, maka itulah tugas kita semua hadir di sini untuk melakukan advokasi bersama-sama. Kita akan bersama-sama melakukan advokasi hukum. Dengan begitu, tidak akan ada lagi korban.
Abe: Barangkali Anda hendak menyampaikan pesan kepada publik di Yogyakarta?
GS: Pesan saya kepada publik di Yogyakarta. Pertama, jangan lagi bersikap apatis apabila terjadi tindak pelecehan seksual di depan mata kita. Jangan bersikap apatis.
Kedua, kita warga Yogyakarta perlu sama-sama menjaga kenyamanan dan keamanan kota Yogyakarta. Kita perlu proaktif menciptakan rasa nyaman dan aman itu secara kolektif. Jangan hanya menunggu aparat keamanan atau penegak hukum.
Menjaga ketertiban Yogyakarta adalah tugas kita bersama. Agar ke depan terciptanya kedamaian dan ketentraman Yogyakarta. Sebagaimana yang kita impikan bersama-sama. Jika kita telah bersepakat untuk bersama-sama mempertahankan Yogyakarta itu damai, indah, nyaman, aman, dan romantis maka sama-sama lah kita berkolaborasi menjaga keamanan di Yogyakarta.
kontributor: abe.gugat.id