Teater Kembali Menggeliat di Yogyakarta |

Teater Kembali Menggeliat di Yogyakarta

By

GUGAT.ID (Yogyakarta) Setelah beberapa tahun lesu, kini dunia teater mulai menggeliat. Beberapa pementasan mulai di gelar oleh kelompok kelompok.teater di Yogyakarta.

Kali ini GRK Asdrafi menghelat pentas teater yang di pentaskan pada Rabu, 9 Agustus 2022 di Concert Hall Taman Budaya Yogyakarta.

Teater Asdrafi lahir dan berdiri sekitar tahun 70 an yang merupakan bagian dari aktifitas dari kampus Akademi Seni Drama Dan Film (Asdrafi). Setelah terhenti beberapa saat, kini Asdrafi menjadi yayasan Guyup Rukun Keluarga Asdrafi (GRK Asdrafi) yang sekertariatnya di Ndalem Pakuningratan, Jalan Sompilan 12, Ngasem, Kota Yogyakarta, yang kemudian menjadi wadah para eksponennya melanjutkan aktifitasnya baik seni drama maupun film, yang bahkan membuka kursus yng bernama Indonesia Shcool of Art GRK Asdrafi (INSAGA).
Di sinilah akhirnya terjadi interaksi, kemudian kembali aktif dan didukung oleh lintas generasi.

“Asdrafi sejak awal bertujuan mencetak insan – insan seni yang tangguh yang mampu terjun di masyarakat, dan tidak berkutat pada teori – teori akademis., bahkan Asdrafi telah melahirkan tokoh – tokoh film dan teater di indonesia seperti Teguh karya, Maruli Sitompul, Putu Wijaya, Yoyok Ariyo dan lain-lain”, tutur Teguh Mahesa, yang merupakan salah satu alumnus Asdrafi era 80 an.

Melalui pentas Rebon Teater Taman Budaya kali ini, teater Asdrafi mengangkat naskah Pelarian Laskar Diponegoro.yang diperankan oleh Laskar Asdrafian yang pemainnya antara lain, Yosef Salamon, Mahmoud Elqadrie, Bramanti F Nasution, Jedink Alexander, Teguh Mahesa, Harien Sumonah, Ki Roni Sadewo, Tony Lin, Pono Gimbal, Krisnantoro Aji, Jonathan Ongky, dan Mantra Dhatu.

Baca Juga

Merit Hindra selaku supervisi, Lidwina Riestanti di Pimpinan produksi, Tito Pangesthi Adjie sutradara, Joni Asman ass. Sutradara, Gregorius Usanto penata panggung, SN Chairina penata rias, Anggita ass. penata rias Ana Ratri penata kostum, Ayin Dwiyanti ass. penata kostum, Khocil Birawa manajer panggung. Sedangkan ilustrasi musik adalah kolaborasi DR. Memet Chairul Slamet, Jojo Sae, Sabdo, dan Saronto.

Ketika team Gugat.id menemui Mahmoud Elqadrie selaku penulis naskah Pelarian Laskar Diponegoro, yang juga sebagai sekjen GRK Asdrafi menuturkan, bahwa naskah ini adalah adaptasi dari karya CM NAS , Kebebasan Abadi, yang ditulis kembali mengambil latar belakang cerita perang Jawa (1825 – 1830 ) yang sangat legendaris.

Secara lembaga bahwa ini adalah gerakan Bidang Komite Teater Asdrafi, bekerja sama dengan Dinas Kebudayaan Yogyakarta, Taman Budaya Yogyakarta, dan Danais. Pementasan ini merupakan karya teater pertama setelah perpindahan dari Asdrafi menjadi GRK Asdrafi.

Mengambil cerita Pelarian Laskar Diponegoro sebagai upaya mengangkat keistimewaan Yogyakarta. Pesan yang disampaikan adalah bahwa saat di tengah konflik peperangan, para pejuang tidak selalu mikirkan perjuangan, kesetiaan, dan patriotisme.

Diceritakan, pasca penangkapan pangeran Diponegoro, prajurit dan laskar tercerai berai dan kehilangan komando sang pejuang Pangeran Diponegoro yang sangat disegani, akibatnya tidak sedikit para laskar yang berkhianat dan bersembunyi seperti menghilang ditelan bumi.

“Laskar yang menghilang tersebut ada yang kembali di kehidupan masyarakat dengan mendirikan pondok- pondok pesantren, dan surau surau di kehidupan masyarakatnya yang baru, dan bahkan ada yang tetap menjadi pelarian yang bersembunyi ” , tutur Mahmoud Elqadrie.

Tito Pangesthi Adjie, selaku sutradara menghadirkan pertunjukan ini sangat menarik karena dikemas dengan nuansa jawa yang khas, setting panggung yang mengilustrasikan suasana hutan yang terpencil, juga dengan sepenggal historis fragmen penangkapan Pangeran Diponegoro lewat tipu daya perundingan Jendral de Cock di gedung karesidenan Magelang.

Dalam cerita naskah Pelarian Laskar Diponegoro ini semua tokoh utama mati terbunuh, baik oleh temannya sendiri, maupun oleh peluru tentara belanda. Ini menjadi pertanyaan untuk kemudian menjadi bahan renungan, menarasikan kembali ingatan kita tentang makna perjuangan dan pengkhianatan di tengah konflik di medan perang. Lantunan tembang Megatruh dan alunan rebab yang menyayat, dan hentakan perkusi yang mengiringi menambah khidmatnya pementasan.

Selaku manajer panggung, Khocil Birawa menuturkan bahwa proses pementasan tersebut melalui latihan beberapa kali dan dilakukan senang, asyik, dan penuh semangat, sehingga nyaris tak ada kendala yang berarti. Serta tetap dengan khasnya Asdrafi yaitu realis kontemporer.

Penonton yang hadir adalah kalangan anak – anak muda, perupa, pemusik, juga tokoh – tokoh budaya di Yogyakarta, bahkan dari Bali.
Teater yang dipentaskan oleh Laskar Asdrafian ini diharapkan menjadi kehangatan berkarya dalam memaknai jalan panjang hidup berteater.

Red/ slmt bdjo


Leave a Comment

Your email address will not be published.

You may also like

Hot News

Instagram
WhatsApp
Tiktok
error: Content is protected !!