GUGAT.ID, (YOGYAKARTA) – Perekembangan pengetahuan manusia dalam pembahasan cara memandang sumberdaya air tidak jarang terjadi perdebatan yang luar biasa kompleks dalam arena-arena tertentu maupun antar arena yang diibaratkan menghadapi monster.
Kita tahu bahwa, pemaknaan bagi manusia modern telah terbentuk sebagai strategi untuk bertahan hidup dalam arena sederhana berdasar baik-buruk hingga arena kompleks berbasis ekonomi, sosial-budaya, dan politik.
Pemaknaan itu tidak akan luput dalam kehidupan seseorang memandang sumberdaya air dan manusia dalam penggunaannya pada ekosistem antroposentris (manusia sebagai pusat alam semesta).
Tanpa peduli, manusia itu memandang dirinya dalam penggunaan sumberdaya air sebagai sesuatu yang penting atau tidak; yang mana kedua pandangan ini telah berposisi dan berkuasa.
Baca Juga
Terkadang, orang, atau bisa jadi diri kita akan mudah membeli air mineral di minimarket, namun ada pula yang sangat menyayangkannya walaupun dengan ekonomi yang setara dengan beragam alasan.
Oleh karena itu, perlu cara pandang luas untuk memaknai perspektif manusia dengan strata latar belakangnya yang bermacam-macam.
Dengan begitu, tentunya diperlukan batasan untuk memandang manusia yang bermacam-macam latar belakang tersebut.
Pandangan manusia berdasarkan arena sederhana untuk memandang sumberdaya air cenderung bernuansa pilihan skeptis, yakni cara pandang yang ragu sehingga kesimpulan tuduhan baik atau buruk selalu ditentukan masing-masing terhadap lawan.
Sedangkan manusia dengan dasar cara pandang kompleks akan mendefinisikan kondisi sumberdaya air sesuai pemikirannya yang lompat dari skeptisisme, misal perspektif ekonomi akan berfikir rugi atau untung dalam menggunakan sebuah merek/asal satu tetes hingga berliter-liter air.Berbeda dengan pandangan ekonomi, perspektif sosial-budaya relatif memikirkan seberapapun volume air dengan takaran nilai moralitas (pemaknaan intuisi dan dogmatis), misal kesucian, keiklasan, berkah, dan keberuntungan, atau orang beriman.
Sementara itu, pemikiran politik dalam memandang sumberdaya air cukup varian antara skeptis, ekonomi dan sosial-budaya.Cara pandang seseorang menggunakan sumberdaya air akan berbasis kepentingannya, bisa jadi dilandasi keinginan ekonomis dengan jalan sosial-budaya.
Landasan ekonomis sering digunakan oleh manusia modern demi keuntungan sepihak baik dirinya maupun kelompoknya, contohnya air yang telah didoakan, air berbasis ion yang banyak, hingga air dengan hasil laborat, atau tagline kampanye air bersih jarang ditemui.
Namun cara pandang sebaliknya terjadi pula, bahwa seseorang dilandasi oleh pemikiran sosial-budaya dengan jalan ekonomis, seperti penjaga situs kesucian atau keberlanjutan tersedianya air bersih cenderung menggunakan tarif harga cukup tinggi dibanding air bersih biasa. Pemaknaan sumberdaya air bagi manusia akan semakin bertarung apabila tidak segera dikelola dengan baik, bahkan kecurigaan pertarungan dengan arena skeptis bakal terjadi.
Tanpa sadar ragam pemikiran dari pihak-pihak itu telah menimbulkan ancaman dalam ketersediaan air.
Namun demikian, banyak pihak masih memiliki harapan untuk berdamai terhadap ketersediaan air dengan berfikir etika ekologis, diantaranya:
1) fakta manusia bukan lagi pusat alam semesta;
2) hal buruk tidak hanya kehabisan air, namun dampak dari itu;
3) risiko dan kerentanan manusia semakin bertambah dan beragam;
4) kekuasaan dan ilmu pengetahuan manusia tidak menetukan keberlanjutannya di bumi;
5) pemaknaan sebuah materi (kekuasaan atas sesuatu) menjadi titik mula kompetisi/pertarungan antar manusia.
(Red/Hidayat F.A.)