“Yang Muda Yang Menolak”, Persistensi Petani Muda Wadas “Emoh” Tambang Andesit |

“Yang Muda Yang Menolak”, Persistensi Petani Muda Wadas “Emoh” Tambang Andesit

By

GUGAT.ID, (Yogyakarta) – Meskipun rentetan teror, intimidasi, dan segala bentuk pelemahan perjuangan masih kami terima hingga hari ini, kami masyarakat wadas yang tergabung dalam GEMPADEWA (Gerakan Masyarakat Peduli Alam Desa Wadas) dan KAMUDEWA (Kaum Muda Desa Wadas) tetap pada prinsip awal perjuangan kami, yaitu menolak tambang andesit di Wadas.

“Bagaimanapun, keutuhan alam Wadas adalah hal yang mutlak bagi kami. Pertambangan bukan hanya akan merusak hutan kami, melainkan juga akan merusak aspek sosial dan kebudayaan yang sudah kami miliki,” demikian pernyataan sikap kaum muda desa Wadas paska konferensi pers yang digelar di Kantor LBH Yogyakarta pada Rabu (6/7/2022) siang pukul 12.00-13.00.

Dalam konferensi pers yang digelar di hadapan awak media dan jejaring gerakan masyarakat sipil di Yogyakarta dan Jawa Tengah seperti LBH Yogyakarta, WALHI Yogyakarta, dan sejumlah aliansi gerakan akar rumput lainnya, beberapa perwakilan kaum petani muda Desa Wadas menegaskan bahwa mereka tidak akan pernah melepaskan tanah mereka untuk kepentingan penambangan batu andesit.

Nampak jelas, bukan hanya generasi tua saja yang melakukan penolakan, melainkan kaum petani muda juga cukup dominan mengartikulasikan penolakan terhadap rencana penambangan batu andesit di Desa Wadas tersebut.

Salah seorang perempuan muda dari Wadon Wadas, Anis Mafiroh (30), dengan tegas menyatakan penolakannya terhadap berbagai pemberitaan media massa yang cenderung menggiring opini publik bahwa paska pembayaran uang ganti rugi (UGR), seakan-akan warga Wadas secara otomatis menerima dan menyetujui rencana penambangan.

“Berita-berita semacam itu tidak benar, saya melihat bahwa itu merupakan salah satu upaya penggembosan yang dilakukan oleh pemerintah, pemrakarsa, dan beberapa pihak lainnya. Sebenarnya masyarakat tidak ingin menjadi terpecah belah. Tetapi kondisi saat ini, pemerintah dengan sengaja menggunakan cara-cara yang tidak patut untuk memecah belah kami. Saya sebagai perwakilan Wadon Wadas tentu sangat miris sekali melihat kondisi yang terjadi di Wadas akhir-akhir ini. Tapi yang pasti, kami akan tetap terus menolak rencana penambangan di desa kami karena ini menyangkut keberlanjutan hidup bagi anak cucu kami nanti,” kata Anis.

Salah seorang anggota organisasi akar rumput Kamudewa (Kaum Muda Desa Wadas), Mukti (29), juga menegaskan hal serupa. Secara lebih spesifik.

“Serangkaian panjang perjuangan telah kami lakukan sejak tahun 2015. Perjuangan kami tidak henti-hentinya. Kami terus menginginkan kebenaran itu ada pada kami, agar Desa Wadas tetap lestari sampai kapan pun. Seiring berjalannya waktu, dengan berbagai macam cara, kami masih terus berupaya menuntut kepada Gubernur Jawa Tengah, Ganjar Pranowo, untuk mencabut ijin penetapan lahan (IPL) yang dampaknya tentu saja masih terus dirasakan warga Wadas sampai hari ini,” ungkap Mukti. 

Mukti menambahkan, setelah tragedi 8 Februari 2022 lalu, peristiwa itu tentu saja meninggalkan duka yang sangat mendalam bagi warga Desa Wadas. Rasa trauma, rasa kekawatiran, was-was, gelisah telah membuat warga tidak bisa tidur dengan nyenyak. Kami sama sekali tidak bisa membayangkan, jika nanti penambangan itu benar-benar terjadi.

“Kondisi akan serba tidak menentu. Misalnya: kita mau tinggal dimana, kita mau mencari nafkah kemana, karena pada dasarnya mayoritas warga Desa Wadas adalah petani. Di setiap harinya, kami sepenuhnya mengandalkan hasil-hasil bumi yang dihasilkan oleh lingkungan alam Desa Wadas,” imbuhnya. 

Kendati perjuangan kami sudah sangat panjang, namun pemerintah tidak pernah merespon perjuangan kami. Bahkan dalam waktu-waktu belakangan ini muncul upaya-upaya dari pemerintah, dengan melibatkan lintas multi stakeholder yang ada di desa, kecamatan dan kabupaten, untuk menyusup ke anggota kami di Gempadewa.

Pemuda Wadas

Mereka menyebarluaskan berbagai informasi tentang warga yang sudah menerima uang ganti rugi (UGR) dalam jumlah yang sangat fantastis. Terlepas apakah informasi itu riil ataukah hanya sebagai iming-iming, kami menegaskan bahwa kami tetap tidak akan menjual sejengkal tanah pun. Kami konsisten menolak dengan tawaran apapun.

“Bagaimanapun caranya, kami akan tetap terus mempertahankan. Berbagai cara akan terus kami lakukan. Hal terpenting kami akan bersama-sama menjaga kelestarian lingkungan hidup di Desa Wadas,” pungkas Mukti. 

Selain Anis dan Mukti, seorang perwakilan kaum muda Desa Wadas, Ardianto (20) membacakan dengan takzim tiga lembar teks “Pers Rilis”. Di akhir pembacaan teks itu, Ardianto memberikan basis argumen penolakan warga Gempadewa atas rencana penambangan andesit.

“Selain menghilangkan tanah yang memiskinkan petani, tambang andesit juga berpotensi merusak lingkungan hidup. Tambang juga akan menambah potensi bencan karena bukit-bukit di Wadas yang akan ditambang itu rawan longsor. Padahal warga Wadas tetap akan tinggal di sana sementara proses penambangan akan berlangsung selama empat tahun,” tegas ardianto.  

Lebih lanjut, Ardianto mengungkapkan ada Sebanyak 27 (dua puluh tujuh) mata air adalah salah satu kekayaan alam yang akan hilang. Bila kondisi alam rusak, perempuan dan anak adalah kelompok yang paling dirugikan.

Apalagi para perempuan Wadas juga menjadi petanit, kehilangan tanah akan menyebabkan para perempuan petani kehilangan sumber kehidupannya dan menjerumuskan mereka dalam kubangan kemiskinan.

“Dengan berbagai alasan itu, Gempadewa tetap menolak tambang andesit dan meminta Gubernur Jawa Tengah untuk mencabut IPL tambang andesit di Desa Wadas,” pungkas Ardianto. 

Kontributor: abe.gugat.id.

Leave a Comment

Your email address will not be published.

You may also like

Hot News

Instagram
WhatsApp
Tiktok
error: Content is protected !!