GUGAT.ID (Yogyakarta). Dalam sepekan, Gugat.id memberitakan perihal gugatan oleh jejaring relawan, donatur, dan pegiat gerakan di Yogyakarta terhadap penyelenggara Dapur Umum Buruh Gendong Perempuan Yogyakarta (DUBGP-Y) yang diduga tidak transparan dan akuntabel dalam pengelolaan donasi publik.
Gugatan itu telah diajukan sebagai kasus dalam sengketa informasi publik, melalui Komisi Informasi Daerah (KID) DI Yogyakarta. Sidang Ajudikasi Nonlitigasi I, berupa Agenda Pemeriksaan Awal Perkara Sengketa Informasi Publik, dengan Register Nomor 010/VII/KIDDIY-PS/2022 antara Elanto Wijoyono selaku “pemohon” dengan Perkumpulan Simponi sebagai “termohon”, telah digelar di Ruang Kresna, Gedung Diskominfo DIY di Jl. Brigjen Katamso, Kompleks THR, Yogyakarta pada Rabu (20/7) pukul 09.00 WIB. (Baca: “Diduga Tidak Transparan, Penyelenggara DUBGP-Yogyakarta Digugat Jejaring Relawan, Donatur, dan Pegiat Gerakan,” Rabu 20 Juli 2022).
Sementara itu, pihak tergugat telah memberikan respon terhadap gugatan tersebut. M. Berkah Gamulya telah memberikan keterangan tertulis untuk mengklarifikasi perihal dugaan pengelolaan DUBGP-Y yang tidak transparan dan akuntabel.
Baca Juga
- Tanggapan Inisiator dan Koordinator DUBGP-Y Terhadap Dugaan Pengelolaan Donasi Publik Tidak Transparan dan Akuntabel
- Diduga Tidak Transparan, Penyelenggara DUBGP-Yogyakarta Digugat Jejaring Relawan, Donatur, dan Pegiat Gerakan
Dalam rangka diseminasi pedagogi kritis dan pendidikan kewargaan, awak media GUGAT.ID, Abe Widyanta, melakukan wawancara khusus kepada salah seorang wakil jejaring relawan, donatur, dan pegiat gerakan Yogyakarta, Elanto Wijoyono, untuk menyampaikan tanggapan balik terhadap klarifikasi dari inisiator dan koordinator DUBGP-Y, M. Berkah Gamulya yang mengklaim telah menyiapkan dan siap merilis Laporan Pertanggungjawaban (LPJ) pada akhir Juli 2022.

Proses wawancara ini dilakukan satu hari setelah M. Berkah Gamulya (MBG) menyampaikan klarifikasi terhadap gugatan dari jejaring relawan, donatur, dan pegiat gerakan yang diwakili oleh Elanto Wijoyono. Berikut ini hasil petikan wawancara Abe Widyanta (Abe) dengan Elanto Wijoyono (Elanto) pada Jumat (22/7).
ABE: Dalam rilis, MBG menyatakan “Butuh waktu yang tidak sebentar untuk merapikan catatan keuangan beserta bukti-bukti transaksi DUBGP-Y yang berlangsung selama 1,5 tahun? Bagaimana tanggapan Anda?
ELANTO: Menanggapi pernyataan bahwa MBG membutuhkan waktu 1,5 untuk melakukan pelaporan keuangan. Hal itu menjadi bukti bahwa Dapur Umum Buruh Gendong Perempuan Yogyakarta (DUBGP-Y) yang dikoordinatori oleh MBG ini sejak awal pelaksanaannya tidak didukung dengan tatakelola keuangan yang baik. Saya sebagai bagian dari orang yang turut terlibat dari awal aksi solidaritas sudah memberikan usulan dan bahkan juga peringatan terhadap MBG untuk melakukan pencatatan secara bersama-sama. Dengan harapan bahwa DUBGP-Y bisa dikontrol oleh beberapa pihak. Tetapi usulan itu tidak pernah diperhatikan dan tidak pernah dilakukan oleh MBG. Sehingga dengan demikian akan menjadi wajar jika pencatatan keuangan tersebut menjadi tidak baku, tidak rapi, terserak, dan baru bisa disusun dengan susah payah ketika publik sudah melakukan desakan (menuntut pelaporan). Kenapa saya bisa memberikan pernyataan bahwa laporan keuangan yang disusun oleh MBG itu tidak rapi, karena pada Desember 2021, setelah hampir 1 tahun saya mendesak dan meminta laporan keuangan selama penyelenggaraan DUBGP-Y, MBG pernah mengirimkan satu file excel berisi catatan keuangan yang ia klaim sebagai catatan keuangan selama satu tahun pelaksanaan DUBGP-Y pada (dari Oktober 2020-Desember 2021). Dan file tersebut berisi catatan yang disusun tanpa mengikuti kaidah-kaidah atau standar laporan keuangan. Catatan itu sangat sulit untuk dipahami dan dibaca akurasinya, apalagi jika catatan itu nanti hendak diaudit. Dengan demikian, menjadi wajar ketika kemudian ada desakan yang lebih massif dari jejaring relawan, donatur, dan pegiat gerakan di Yogyakarta untuk menuntut laporan keuangan yang sebenar-benarnya dari MBG untuk mempertangungjawabkan penyelenggaraan DUBGP-Y periode Oktober 2020-Desember 2021.
Baca Juga
- Menggagas Kelola Sampah Tanpa Sisa UWM Raih Hibah Revolusi Mental
- Penetrasi Media Duvrart Angelo Melawan Hoaks
ABE: Selain itu, MBG juga menyatakan “Butuh waktu lama untuk menyusun LPJ karena adanya gerakan terus-menerus yang menurut pribadi kami sangat mengganggu, yang kemungkinan besar menurut mereka (MBG dan tim) diinisiasi oleh segelintir eks-relawan Dapur Umum.” Bagaimana tanggapan Anda?
ELANTO: Alasan MBG yang merasa kesulitan untuk menyusun Laporan Pertanggungjawaban (LPJ) karena terganggu oleh gerakan-gerakan yang ia sebut sebagai jaringan eks-relawan itu sangat tidak bisa diterima sebagai alasan. Karena LPJ itu jelas-jelas merupakan kewajiban yang menjadi konsekuensi logis dari setiap program atau kegiatan (yang melibatkan donasi publik). Sayangnya, LPJ itu baru disusun dengan susah payah dilakukan di akhir periode program tanpa terlebih dahulu dipersiapkan bahan-bahan laporan itu sejak awal. Ketika tatakelola sebuah program itu direncanakan dengan baik sejak awal, maka tentu saja bahan-bahan yang penting untuk dipersiapkan sebagai bahan LPJ itu, baik ke pihak internal maupun pihak eksternal atau publik, secara bertahap akan bisa disiapkan (sebaik-baiknya). Sehingga di akhir periode program LPJ itu sebenarnya tinggal menyusun saja dari bahan-bahan yang sudah disiapkan sebelumnya. Dengan alasan LPJ tersebut harus di susun dengan susah payah oleh MBG pada periode saat ini, hal itu juga membuktikan bahwa tidak ada proses penyiapan bahan-bahan LPJ secara berkala yang oleh MBG disiapkan sejak awal aktivitas. Saya sendiri selama terlibat dalam DUBGP-Y, walaupun tidak terlalu lama, juga pernah menawarkan kepada MBG agar proses pencatatan itu secara rutin dilakukan. Tetapi karena seluruh akses pada dokumentasi dipegang oleh MBG, maka itu tidak bisa dikerjakan secara kolektif. Saya dan beberapa teman, selanjutnya hanya bisa melakukan semacam back up dokumentasi melalui akun media sosial DUBGP-Y. Kendati demikian, proses yang kami lakukan itu tidak bisa disebut sebagai proses yang sistematis dalam kerangka monitoring dan evaluasi sebuah program. Tentu saja, itu catatan itu tidak bisa diposisikan sebagai LPJ. Jika saat ini, MBG merasa bisa menyusun LPJ sendirian, karena ia merasa bahwa program DUBGP-Y ini adalah inisiatif MBG secara pribadi, ya mungkin saja ia harus mencari bahan dan menyusun ulang semua bahan laporan secara sendirian. Saya yakin, ia tidak cukup mempersiapkan itu dengan baik sejak awal. Sehingga apapun alasan MBG tentang kesulitan menyusun LPJ saat ini, itu adalah konsekuensi logis dari proses-proses sebelumnya yang tidak dipersiapkan dengan baik.
ABE: MBG menilai kelompok penggugat “merasa paling benar sendiri dengan terburu-buru kirim surat ke banyak pihak eksternal”, “sangat mengganggu”, “tidak memiliki niat baik”, “membabi-buta melakukan gerakan politis”. Bagaimana tanggapan Anda?
ELANTO: Pada awal Januari 2022, saat perwakilan relawan menggelar forum untuk mengevaluasi pelaksanaan program DUBGP-Y dan kemudian MBG merasa bahwa apa yang disampaikan oleh perwakilan relawan itu tidak sepenuhnya benar dan dia merasa memiliki kewenangan yang lebih (ketimbang relawan), untuk tetap mengatur seluruh proses, hal itu menjadi sesuatu yang harus segera direspon. Saya bersama perwakilan beberapa relawan saat itu secara kolektif memutuskan bahwa upaya MBG untuk terus melanjutkan program DUBGP-Y tentu saja harus dihentikan sementara sebelum dia menuntaskan pertanggungjawaban atas proses yang sudah berjalan sejak Oktober 2020 sampai dengan Desember 2021. Penghentian sementara ini sebenarnya dimaksudkan sebagai waktu jeda sebelum diputuskan program DUBGP-Y ini akan dilanjutkan atau tidak, berdasarkan hasil evaluasi dan pertanggungjawaban. Oleh karena itu pada Januari 2022, saya bersama perwakilan relawan kemudian mengirimkan informasi secara formal ke jejaring, yang selama satu tahun lebih, mendukung gerakan DUBGP-Y mengenai situasi tersebut tetapi dengan informasi yang cukup obyektif. Tidak tendensius untuk menyudutkan pribadi MBG. Dalam perjalanannya, MBG tetap masih memaksakan diri untuk melanjutkan inisiatif dengan label lain, Dapur Keliling, sehingga tentu saja saya dan jejaring relawan yang merasa perlu untuk mengawal proses pertanggungjawaban, harus semakin intensif dan massif untuk menginformasikan perkembangan (update) informasi dan dinamika tersebut kepada berbagai pihak. Dan itu bergulir sampai saat ini. Mungkin saja respon di luar sana menjadi sangat beragam. Dan sekali lagi saya menggunakan istilah bahwa semua proses itu merupakan konsekuensi logis ketika MBG tidak bersedia untuk duduk bersama dan menyusun LPJ bersama koordinator (sebelum dibubarkan pada saat itu) dan para relawan. Sehingga harus ada upaya untuk memagari proses-proses di luar kendali yang mungkin bisa dikontrol oleh perwakilan relawan yang mengawal proses monitoring evaluasi tersebut. Jika kemudian MBG merasa proses tersebut terburu-buru, tidak memiliki niat baik, dll, itu adalah opini pribadi MBG. Namun saya dan perwakilan relawan, donatur, dan pegiat gerakan tetep berpegang pada prinsip bahwa pertanggungjawaban itu adalah sebuah keutamaan yang telah menjadi hal yang lumrah dan wajar untuk dilakukan oleh para pengelola donasi publik.

ABE: MBG menilai tindakan menggugat “Sekedar sentimen pribadi untuk menjatuhkan harkat martabat MBG, “pembunuhan karakter pribadi MBG”, sehingga mengancam kelangsungan kegiatan kegiatan Dapur Umum/Dapur Keliling. Bagaimana tanggapan Anda?
ELANTO: Isu soal sentimen pribadi atau bahkan pernyataan tentang pembunuhan karakter pribadi itu sangat tidak relevan untuk konteks isu publik. Jadi dalam kegiatan atau program apapun yang terkait dengan kepentingan publik tentu saja, semua aspek yang ada di dalamnya juga bersifat publik. Sehingga menjadi hak publik juga untuk bisa mengetahui apapun yang terjadi, baik dalam proses maupun hasil dari kegiatan atau program itu. Jadi, sekali lagi, sangat tidak relevan bagi MBG untuk membangun narasi bahwa kasus ini dikonstruksi seolah-olah hanya untuk menyerang dirinya pribadi. Bagaimanapun MBG sebagai bagian dari sebuah lembaga yang bersifat sebagai badan publik dan yang kemudian perangkat lembaga itu digunakan untuk mendukung penyelenggaraan DUBGP-Y, maka tentu saja ada tanggungjawab yang melekat pada dirinya. Saya kira, hal inilah yang memang sengaja untuk dicoba dinarasikan secara berbeda oleh MBG
ABE: Dugaan ketidaktransparanan pengelolaan dana filantropi atau donasi publik semacam ini, semakin marak terjadi. Kasus Aksi Cepat Tanggap (ACT) dan kasus ini bisa menjadi pelajaran yang penting. Apakah ada catatan dan pembelajaran berharga dari permasalahan donasi publik semacam ini agar bisa dijadikan sebagai agenda prioritas untuk hidup kita bersama sebagai sebuah bangsa (pemerintah, badan publik, ormas, donatur, dan masyarakat sipil)?
ELANTO: Soal transparansi dan akuntabilitas, tentu saja itu harus kita posisikan sebagai asas yang secara konsisten diterapkan dalam setiap lini urusan, khususnya yang terkait dengan kepentingan publik. Jadi baik kegiatan atau program yang dilaksanakan oleh pemerintah atau instansi atau lembaga negara atau juga badan publik yang berasal dari organisasi kemasyarakatan, asas transparansi, akuntabilitas, dan juga integritas penyelenggaranya itu menjadi sebuah asas dasar yang wajib untuk dipenuhi. Sehingga, gerakan masyarakat sipil juga harus menyadari bahwa kita tidak bisa bersikap dengan menggunakan standar ganda. Di satu sisi, kita menuntut lembaga negara atau instansi pemerintah untuk bisa terbuka dan transparan dan akuntabel, sementara di sisi lain, ketika ada bagian dari kelompok atau gerakan dalam masyarakat sipil yang juga terindikasi melakukan mal-administrasi, yang kemudian menjadikan gerakan itu tidak transparan atau tidak akuntabel, tentu saja situasi itu tidak bisa dibiarkan. Jadi upaya untuk menegakkan asas-asas transparansi dan akuntabilitas itu harus menjadi prinsip yang bisa kita arahkan untuk semua urusan. Bukan hanya yang dikerjakan oleh pemerintah, tetapi yang dikerjakan juga oleh masyarakat sipil. Sehingga ketika kita mendesak para pihak untuk bisa menjalankan prinsip-prinsip itu atau asas-asas tersebut, kita (masyarakat sipil sendiri) harus berada dalam posisi yang benar-benar konsisten. Kita, masyarakat sipil, harus konsisten termasuk dalam menerapkan kegiatan yang kita kelola sendiri. Sehingga itu bisa meningkatkan kepercayaan (trust) publik kepada kerja-kerja masyarakat sipil. Sehingga ketika masyarakat sipil menaruh perhatian untuk mengawal proses-proses yang berjalan dalam penyelenggaraan pemerintahan atau negara, trust (kepada masyarakat sipil) itu tetap ada dan tetap kuat.
Kontributor: abe/gugat.id